Dalam pemaparannya, Charles menyebutkan beberapa indikasi yang memperburuk keadaan di Papua Barat, di antaranya:
1. Penyalahgunaan Aset Pemerintah
Banyak aset pemerintah yang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
2. Rendahnya Integritas Aparatur Sipil Negara (ASN)
Kinerja dan integritas ASN sering dipertanyakan, yang berdampak pada pelayanan publik yang tidak optimal.
3. Proses Seleksi Pejabat yang Sarat Kepentingan Politik
Seleksi pejabat di Papua Barat sering kali dipengaruhi oleh kepentingan politik, yang mengabaikan kompetensi dan profesionalisme.
4. Pengaturan dalam Penentuan Pemenang Tender
Praktik korupsi dalam menentukan pemenang tender proyek pemerintah menjadi salah satu masalah serius.
5. Penunjukan Pejabat di Pemerintahan
Penunjukan pejabat sering kali tidak transparan dan lebih didasarkan pada kedekatan politik daripada kualifikasi atau kompetensi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Charles mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengambil langkah hukum guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih (clean government) dan transparan di Papua Barat.
Ia menyarankan agar KPK menggunakan kasus suap yang melibatkan mantan anggota KPU Pusat, Wahyu Setiawan, sebagai pintu masuk untuk menegakkan hukum di wilayah ini.
"Jika KPK bisa mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk Sekjen PDIP, maka seharusnya KPK juga mampu menerbitkan Sprindik untuk Dominggus Mandacan. Apalagi, dalam persidangan Wahyu Setiawan, telah terungkap dengan jelas bahwa ia menerima suap dari Dominggus Mandacan untuk meloloskan calon anggota KPU Papua Barat," ungkap Charles.
Menurutnya, langkah tegas KPK sangat diperlukan untuk menghentikan praktik korupsi yang semakin mengakar di Papua Barat. Tanpa tindakan konkret, korupsi di provinsi ini akan terus berkembang, merugikan masyarakat, dan menghambat pembangunan daerah.(*Red)